Ini kisah saya tentang suatu takdir. Ya, takdir yang melekat erat pada diri dan keluarga saya. Yang namanya takdir, agaknya harus saya terima dengan ikhlas. Lha takdir apa ta itu ? Mungkin itu pertanyaannya....
Saya dilahirkan dari orang tua saya yang mempunyai bentuk tubuh besar , maksudnya tulangnya besar, alias balungane gedhe. Beda lho sama istilah jawa
" balungan buta " (tulang raksasa) yang merujuk pada keturunan sodagar atawa orang kaya. Gen balungan gedhe yang saya warisi ini
pure merujuk pada konstruksi tulang belulang yang memang besar,
gagah pideksa lan prakosa, begitu....Dan itu diturunkan oleh keluarga besar daripada almarhum Bapak saya, yaitu keturunan suwargi Eyang Djojo Martono ingkang pidalem ing kampung Banaran, Laweyan, Surakarta.
Kaitannya dengan takdir bertulang besar ini adalah kisah tentang ukuran kaki saya, saya pernah cerita tentang
oversize kaki saya disini kan ....coba deh baca dulu yang itu. Hari ini, ukuran kaki saya berhenti pada 42G (gemuk) menuju ke 43...maybe. Ukuran yang tidak jamak untuk mahkluk perempuan ya ? Sesungguhnya bentuk telapak kaki saya sungguh memalukan...qiqiqi..."chubby" dan njeber....Kalau yang chubby itu pipi mah ngegemesin ya...lha ini kok ya telapak kaki...qiqiqi...yang liat aja pasti bilang " nggilanik...".
Tadinya saya sempat sedih juga, iri pada teman-teman saya yang punya ukuran kaki normal cenderung imut seperti seharusnya kaki perempuan. Namun ketika kembali pada kata takdir dan pinesthi itu akhirnya ya saya harus menerima apa adanya. Makanya seumpama saya Sarah Azhari yang menjawab " dada " ketika ditanya bagian tubuh yang paling disukai. Maka, saya akan menjawab " kaki saya" ketika dihadapkan pada pertanyaan " bagian tubuh kamu yang mana yang paling tidak kamu sukai ? "
Waktu masih kecil dulu, dalam keluarga kami ada sebuah tradisi. Yaitu setiap akhir tahun ajaran, semua sepupu yang tinggal sekota akan digiring oleh Bapak ibunya masing-masing secara berbarengan diajak belanja keperluan sekolah untuk tahun ajaran berikutnya. Kita sama-sama pergi ke toko buku, tas dan sepatu. Nah, kalau sudah sampai di toko sepatu ( di daerah Coyudan) maka mood saya langsung
buthek. Lha piye, segala bentuk sepatu yang saya mau modelnya pasti tidak ada yang muat di kaki saya. Bahkan sepatu
bigboss yang waktu itu lagi ngetop pun cuma mentok di ukuran 40. Sementara ketika saya di kelas IV SD ukuran sepatu saya sudah 41. Jadilah saya dibelikan sepatu dengan model seadanya tidak seperti yang saya pengin, pokoknya muat dikaki saya, dan pulang harus sudah bawa sepatu, apapun itu. Bapak sudah gak punya waktu lagi buat antar-antar hunting sepatu....Walaah.....
Saya cuma bisa senyum kecut melihat para sepupu bahagia memakai sepatu aneka model yang cantik-cantik....
Dan cerita hidup saya ini ternyata menurun kepada kedua putri saya. Karin dan Aizs sudah mulai mupeng kalau lihat sepatu lucu imut dengan ukuran maksimal 40, soalnya sejak kelas V SD ukuran sepatu mereka sudah 40....Apakah mereka juga akan mengalami nasib seperti saya, terpaksa menjadi pelanggan toko sepatu Bakti juga ?
Hari ini ceritanya saya lagi menggilir sepatu-sepatu saya...maksud saya mengangin-anginkan para sepatu ini supaya tidak terlalu lembab. Maklum, sebagai ibu ngojek saya jarang pakai sepatu yang modelnya kemayu itu. Yang sehari-hari saya pakai ya yang sesuai dengan kebutuhan saya. Biasanya saya suka yang modelnya sporty, macam sepatu kets atau kanvas yang nyaman di kaki.
Melihat koleksi sepatu yang tak seberapa saya suka nggrantes. Sangking ukuran kaki saya masuk kategori
"ora umum" dan rada nggegilani....( ingat size saya 42 G (gemuk) menuju ke 43), maka yang saya punya modelnya ya yang gitu-gitu doang.
Impian memiliki aneka sepatu cantik-lucu-imut-indah dan anggun sudah lewat deeh.....
Sepatu motif kulit ular ini adalah hibah dari seorang sepupu yang dibeli di luar negeri. Karena ukurannya merujuk pada bule maka muat dikaki saya. Sepupu yang baik akhirnya mengikhlaskan sepatunya karena kebetulan ternyata kebesaran (qiqiqi...asyik, kalau beli sendiri saya mesti gak mampu...)
Kalau yang coklat muda khusus dipesan di Toko Bakti karena kalau mau beli di toko sepatu normal jejas nggak ada yang muat... Nah selop hitam itu saya dapatnya juga karena kecelakaan, pas jalan, pas sale, lha kok ada yang muat dimasuki kaki saya...ya wis...musti dipaksa bayar buat ganti-ganti...(sesungguhnya sih agak sesak-sesak gimana gituu...)
Nah yang ini didapat karena "kecelakaan" juga. Syahdan di sebuah gerai sepatu, saya iseng-iseng mencoba yang ukurannya maksimal. Lha kok muat, langsung saja saya beli dua sekaligus dengan warna yang berbeda. Sudah hampir 5 tahun saya miliki, tapi yang coklat itu belum pernah dipakai...Maklum ibu ngojek tak terlalu butuh sepatu hak tinggi...
Setelah dipikir-pikir, kok saya harus menemui "kecelakaan" dulu ya untuk mendapatkan tambahan koleksi sepatu...hkhkhk....menyakitken...
Lhah, yang ini saya pakai sehari-hari. Buat antar jemput anak-anak juga jalan-jalan, kalau pas lagi pengin berkesan perempuan. Sebenarnya ukurannya standar maksimal (40) namun karena bentuknya
njeber ewer-ewer (dan yang penting muat) maka saya PD memakainya...
Ini sepatu dan sandalnya anak-anak, tapi Ibu nya juga suka ikutan makai...
Nah ini dia, sepatu butut paling setia di dunia....Mereka bergiliran menemani hari-hari saya. Enak buat apa saja, buat gaul, buat jalan-jalan, buat ngojek juga. Olahraga pun oke...
Untunglah, secara keseluruhan saya merasa PD saja tuh dengan kondisi tubuh karunia Allah ini. Biar kaki saya bentuknya tak beraturan, tak elegant, mengarah tak senonoh....tapi kan saya tetep manis secara keseluruhan ta ?...Iya nggak ? Iya toh... ? Uhukkk...uhukkk......
Lhah, begini kalau Ernut tengah menyanjung ukuran kaki saya dengan lebaiiinya...wkwkwkw