Senin, 12 April 2010

cerita si keranjang sampah


 


 lokasi paling pe we buat praktek si keranjang sampah


syahdan dari bukunya Allan & Barbara Pease yang judulnya “Why Men Don’t Listen and Women Can’t Read Maps” saya mendapat beberapa hal menarik tentang perasaan perempuan yang quote nya saya kutip sebagai berikut : “jika Anda berurusan dengan wanita yang sedang bersedih, jangan tawarkan solusi atau mengabaikan perasaannya, tapi tunjukkan saja Anda menyimaknya” dan yang ini , “membicarakan tentang masalahnya, merupakan cara wanita melepaskan rasa tertekannya. Tapi dia hanya ingin disimak, bukan diperbaiki keadaannya.”

sempat sejenak mengerutkan kening tanda berpikir (agak) serius...benarkah quote ini ? Hmmm...ternyata memang kurang lebih begitulah...berkaca pada pengalaman pribadi saya, saya lebih sering pada posisi sebagai pendengar yang baik setiap kali ada teman yang kepengin curhat kesaya, bukan pada posisi memberikan solusi... Kira-kira, mana sih yang lebih dibutuhkan oleh sesorang yang curhat kepada saya ? saya lebih setuju kalau mereka lebih suka didengarkan dan disupport ketimbang dinasehati macem-macem.

Suatu hari seorang kawan datang kepada saya dan bercerita tentang masalahnya. teman yang satu ini sudah boleh dikata parah permasalahan psikologisnya, sampai harus mengunjungi seorang psikolog kenamaan dikota ini. Teman saya ini bercerita bahwa ketika berkunjung ke ahlinya malah dia merasa tak begitu nyaman, karena si psikolog bertindak tegas dengan mencarikan jalan keluar permasalahan ( lhah, bukankah itu emang tujuan dia bertemu ahlinya ? mencari jalan keluar terbaik...?). tapi ternyata si teman ini maunya bukan itu...masalahnya, menurut dia, dia tidak membutuhkan solusi, yang dia butuhkan adalah empati...ok..dua kata kunci sejak itu ketika ada teman datang curhat, yang selalu saya pegang adalah mendengar dan berempati, menempatkan diri kita pada posisinya... Konon, empati adalah salah satu yang menjadi kunci dalam proses terapi, perawatan dan penyembuhan ketika seseorang sedang bermasalah dengan dirinya sendiri atau orang-orang disekitarnya.dari kasus teman saya ini saya melihat , akan sia-sialah meskipun sudah ditemukan obat atau solusinya, akan tetapi dia merasa sedang berjalan sendiri, merasa tidak dimengerti dan merasa akan adanya suatu perasaan yang terasing.


Inilah yang kemudian mendasari saya untuk menjadi tempat sampah...tepatnya keranjang sampah untuk teman-teman yang membutuhkan muara untuk curhatnya, uneg-unegnya.... Saya mencoba menjadi pendengar yang baik, sekaligus memposisikan diri sebagai mereka yang sedang menghadapi masalah...ternyata cara yang saya pakai ini lebih efektif dan membantu teman-teman saya...mereka merasa nyaman karena uneg-uneg hatinya terlampiaskan dan dengan tekun saya dengar dan saya tampung, kemudian saya ajak mereka berpikir logis...kedepannya mereka lebih bisa mengambil sikap untuk fokus menemukan solusi dari permasalahannya, tanpa campur tangan dari pihak manapun. Sebagai pendengar dan keranjang sampah, fungsi saya hanya mengingatkan, dan mereview kembali sikap apa yang akan mereka ambil.

sekarang kembali kesaya ya, saya suka bertanya, apakah selama ini sudah menjadi pendengar yang baik ? Wong pada dasarnya saya ini bukan orang yang sabaran mendengar orang curhat, apalagi kalau curhatnya sambil melow berurai air mata...bener-bener saya suka nggak tahan...biasalah kalau teman2 yang kebanyakan perempuan ini suka nangis-nangis bombai kala muntahin uneg-unegnya...kadang tanpa sadar saya jadi ikutan nangis..mungkin ini salah satu ekspresi dari empati saya...mungkin juga karena saya cuma basa-basi biar kelihatan bersimpati...hehehe...
Mendengar itu bukan hanya dengan kuping...'mendengar' yang efektif adalah melibatkan segala indera perasa menurut saya, telinga, ya mata, mimik muka dan gestur tubuh yang menunjukkan simpati dan empati kepada seseorang yang sedang membutuhkan kenyamanan...mungkin itu yang disebut sebagai mendengar dengan baik dan efektif...mmmmh...ternyata menjadi pendengar yang baik cukup menguras energi dan emosi ya...
Sebagai manusia biasa, saya merasa tak selalu menjadi teman yang baik...kala saya sendiri lagi ada masalah, lagi gak ada banyak waktu mendengar seseorang..saya suka nggak konsen mendengar curhatnya, suka nggak fokus, ujung-ujungnya muka saya kelihatan manyun mengandung bosan...hahaha...sungguh susah pengin jadi pendengar yang baik...
Sebagai keranjang sampahnya teman-teman saya berusaha mengambil hal-hal yang baik...crhatan teman selalu saya ambil hikmad dan pelajaran dibaliknya. Saya olah sedemikian rupa sehingga saya bisa mengambil pelajaran berharga dari segala intisari permasalahan yang dihadapi teman tanpa saya harus mengalami problema yang sama... Keranjang sampah yang ini bisa dijadikan pembelajaran, menjadi rambu-rambu peringatan, juga ancang-ancang kala ada persoalan yang sama yang datang kemudian...
Nah buat saya pribadi, curhatan teman-teman saya olah kembali menjadi tulisan-tulisan dalam posting saya di blog ini...kadang tiba-tiba menjadi sebuah puisi atau sekedar prosa pendek...mmmh...inilah salah satu keuntungan saya menjadi keranjang sampah...Wah, kalau saja saya diberikan talenta lebih menciptakan sebuah lagu...pastinya akan banyak inspirasi saya dapat dari menjadi keranjang sampah ini...hehehe...
Well, menjadi pembuang sampah memang cukup bisa melegakan hati...tapi menjadi keranjang sampah ternyata lebih memperkaya hati...dan saya suka melakukannya, saya belajar ikhlas mendengar dan berempati, belajar menjaga amanah dari teman yang mempercayakan rahasia hatinya kepada saya...berharap semoga sisa hidup saya bisa bermanfaat untuk teman-teman saya...

Hari-hari saya tidak pernah sepi dari kunjungan teman-teman yang butuh 'keranjang sampah'...untung, saya cuma pengangguran, jadi banyak waktu bisa saya alokasikan untuk mendengar keluh kesah mereka...meski kadang (jujur) kalau waktunya tidak tepat ya agak-agak terganggu gimana gituh....bayangkan saja, mereka kadang tidak sabar menunggu pagi...eh malam-malam sudah menelpon saya atau bahkan datang dan ngegabruk saya menguraikan tangisan dipundak...huwaaaaa.....Tapi begitulah, sudah saya niatkan untuk menjadi keranjang sampah...hahaha...kepalang basah deh...DalemBadran sudah menjadi tempat yang nyaman buat teman-teman saya datang dan berbagi cerita, kadang di gubug penceng di taman belakang, di teras depan...atau kalau sudah parah pengin nangis tapi malu pada anggota keluarga saya yang lain, teman suka saya bawa ke kamar tidur saya...halaah...

Seorang sahabat yang sangat dekat dengan saya dan sering saya ceritakan 'takdir' saya yang satu ini pernah nanya ke saya, ' lha...trus..kalau kamu ada masalah, kepada siapa kamu curhat ? "....jawab saya....ya ke blog sekar lawu inilah.......





12 komentar:

Unknown mengatakan...

Hai Bu Ayik!

Memang betul apa yang dibilang Allan dan Barbara. Sebenarnya perempuan itu bukan mau minta solusi, mereka cuma ingin didengarkan. Rasanya puas saja kalau sudah curhat, tidak butuh apa-apa lagi, karena dengan curhat kita mampu mengingat dan memetakan masalah dengan baik, dan jika inti masalah sudah terpetakan, maka solusi akan ditemukan.

Saya heran juga, apakah para psikolog juga membenarkan ini? Kalau begini caranya, jika mereka mendapatkan klien wanita, suruh saja mereka curhat, lalu tagihkan biaya dan suruh pulang, bukan begitu?

Thariq mengatakan...

sama dong...huehuehue

~Srex~ mengatakan...

Huehehe....pancen mbakku yg satu ini serba bisa...apa aja bisa dilakoni, bahkan sampe dijuluki keranjang sampah uneg2....yah...memang nggak sembarang orang bisa memiliki talenta kaya sampeyan mbak...soalnya pada dasarnya semua orang bisa jadi "psikolog"... asal dia mampu ber-empati terhadap orang yg 'kesusahan'...sip...siip..siiiipp..

ps: Permasalahannya bukan sekedar menunggu badai berlalu...tetapi bagaimana belajar menari dalam hujan.
(ku kutip dari teman blog-ku)

Sekar Lawu mengatakan...

@Mbak Vicky:
sepanjang yang saya alami, hampir semua teman (yang kebetulan hampir semua perempuan ) kalau curhat kesaya juga nggak butuh2 banget dicarikan solusi...yang mereka mau cuma didengarkan dan diempati...habis curhat mereka lega dan pulang, kadang saya masih terkaget2 dengar curhatnya eh si curhater sudah ngacir duluan...hahaha

Sekar Lawu mengatakan...

@Mas Reza:
siplah kalau begituh...

Sekar Lawu mengatakan...

@Mas srex:
saya bersyukur masih ada teman yang mempercayakan rahasia hatinya kepada saya, karena nggak setiap orang siap untuk itu...kadang saya suka takut keceplosan atau ember juga je...tapi syukurlah, sejauh ini saya masih bisa memegang amanah teman...
Nggak gampang ternyata menjaga kepercayaan itu Mas...

Kang Sugeng mengatakan...

ndak masalah Bu dijaDikan tEmpat sampah, asal keduanya sama-sama nyaman.

ellysuryani mengatakan...

Udah mba, pasang tarif aja. Sejam curhat sekian puluh ribu rupiah. Kalau hari minggu dan sabtu tarif per jamnya naik dua kali. Beres, dijamin yang hobi curhat bukan untuk cari jalan keluar (sekedar didengarkan)berpikir juga, hehehe.

Sekar Lawu mengatakan...

@Kang Sugeng:
sejauh ini saya masih merasa nyaman kok Kang...

Sekar Lawu mengatakan...

@Mbak Eli:
hahaha...nggal lah Mbak, wong dari serita curhat itu saya malah terisnpirasi buat posting di SL ini...hihihi...simbiosis mutualisma...

Anonim mengatakan...

@mbak ayik : halo mbak salam kenal. saya sari temennya mbak erna. Betul sekali mbak, dalam keadaan sedih saya juga cuma perlu didengar. Ada temen yang kasih solusi dan malah seperti menghakimi rasanya yang cuma buat kening saya berkerut dan jadi gak pengen curhat lagi sama dia. Mungkin asik ni kalo curhat sama mbak ayik. Sayang jauh ya :)

Sekar Lawu mengatakan...

@Mbak Sari:
hehehe....saya cuma minjemin kuping da hati saja kok Mbak...nggak lebih. merasa tak punya kapasitas sebagai penasehat atau apa...nggaaaaaakkk...cukup jadi keranjang sampah saja...hehehe...
Kalau Mbak sari mau curhat...hehehe....yuuuukkkk...mariiiii...pan cuma denegerin aja sayanya...

salam kenal ya Mbak Sari...