Jumat, 09 April 2010
jangan pernah menungguku menangis...
satu hari engkau bertanya lagi padaku, 'kapan terakhir kali kamu menangis ?'. oh, tak adakah lagi pertanyaan yang lebih baik dari itu ? mengapa selalu kau lemparkan lagi pertanyaan yang sama kepadaku. tak bolehkan aku berdiri tegak seperti perempuan batu, yang haram mendendangkan tangis dan isak seperti perempuan kebanyakan... panjang sudah waktu terbuang untuk aku hidup bersama duka...juga luka. sebanyak hari-hari ketika aku mengeja tawa yang tak pernah ada...seribu kubangan nestapa seperti tengah mendikteku untuk segera meluruhkan air mata dari dalam dada...
' aku hanya ingin melihatmu menangis, sekali saja ', katamu. supaya engkau bisa memastikan bahwa aku adalah perempuan biasa, bukan perempuan batu seperti yang selalu aku bilang. ketika kesedihan itu membuhul hatiku, kesakitan akan pengkhianatan. kekecewaan akan ketidak jelasan, aku hilang kata....tapi aku tak bisa menangis lagi. sudah habis segara air mata seperti yang pernah aku bilang. sudah tertutup peta hati tanpa gambar hati warna jingga itu lagi...seperti ketika separuh sukmaku pergi terbawa olehnya.
buat apa engkau selalu ingin melihatku menangis, bukankah aku sudah bersumpah untuk tidak lagi menggugurkan air mata percuma dari ujung hatiku yang kelabu. aku, adalah perempuan batu yang tak akan menjilat ludahku, apapun...meski dari sisi hati rapuhku aku selalu ingin...ingin menangis ketika aku mengenang suatu malam dengan jemariku dalam genggamannya, mengenang ketika tubuh kami bersama berayun dalam cinta, mengenang ketika kecupannya lembut mendarat dibibirku....aku hanya ingin menangis untuk kenangan itu, bukan untuk kebencian yang dia tanamkan dalam dalam disudut hatiku.
separuh raganya telah mengkontaminasi ragaku, separuh air mataku telah dibawanya pergi menjauh dari hidupku, dia kini adalah fatamorgana biru...tak mampu lagi menggemingkan hatiku untuk menebarkan maafku...pintuku telah tertutup rapat untuknya. jangan berharap kau masih bisa mendengar isak tangisku...karena kupastikan, tak akan ada lagi tangis ku dan air mata percuma itu
jangan tunggu aku menangis lagi...karena itu sia-sia...
^^^
pict by : AJP
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
Kalau pembukanya diganti: "Kapan terakhir kali kau menciumku?" apakah akan mengubah alur?
@Mas AJP:
someday, akan ada tulisan tentang itu Mas...terima kasih sudah menginspirasiku..
Kadangkala air mata membantu meluruhkan pedih bahkan dendam. Tapi tidak perlu berkubang air mata...atau menjadikannya sebagai senjata..
@mechta:
saya setuju, mechta...air mata bisa membantu kita menjadi lebih realistis...bahwa kepedihan itu adalah sebuah akibat dari sebuah sebab...namun kita tak harus terlarut dalam rangkaian kepedihan...buat saya sia-sia, percuma...
Posting Komentar