Kamis, 17 Juni 2010

maju tapi tetap mundur




Baru kemaren saya posting tentang sawah depan rumah yang dibajak,eh pagi uthuk-uthuk tadi sang sawah sudah mulai ditanami padi...
Riuh ramai suara para penggarap sawah ditimpali oleh kicau burung - burung liar, membuat suasana pagi di dalemBadran jadi tak seperti biasanya. Mereka memang bukan petani pemilik tanah sawah, mereka adalah buruh tani penggarap sawah. Mereka memang dibayar untuk menanam padi itu, bayarannya 15rb/hari...Para buruh penggarap ini bukan penduduk asli kampung sini, mereka bahkan datang dari desa Karangpandan yang jaraknya lebih dari 15km dari dalemBadran.

 
Padi ditanam begitu rancak oleh ahlinya, tanah sawah yang beberapa bulan ini nampak kerontang, tak sampai 2 jam kemudian sudah menjadi hamparan sawah dengan bibit padi yang menghijau...

Foto yang ini diambil pada jam 6 pagi, ketika baru beberapa jengkal tanah tergarap. Sempat berhenti sebentar dan ketawa cekikikan karena tahu sedang diabadiken oleh kamera saya...katanya " kula dipoto nggih, Bu....Lhah rupo pating kecumut kok dipotret too...hihihi...",
"Mboten nopo-nopo, budhe. Ajeng kula lebetaken majalah flora dan fauna...",
jawab saya asal.

Nah, kalau gambar yang ini diambil kira-kira jam 8.30. Pekerjaan sudah hampir kelar...hamparan tanah sawah tinggal menunggu subur menghijau...Pemandangan dalemBadran kembali hejo royo-royo..., view yang sangat aku rindukan...

BTW, teknologi menanam padi kok tidak menjadi teknologi maju ya...ya iyalah...kaluk terminologi teknologi maju merujuk pada arti kata kemajuan-kecanggihan, maka teknologi menanam padi sampai kapanpun akan menjadi kemunduran...sodara-sodara, horokk...kok bisa...?
Kata mbok tani tadi, kaluk kita nanamnya tidak sambil berjalan mundur,ya percumah...sudah ditanem diinjak lagi, rusak duong tanaman padinya...Makanya, kata mereka ini namanya teknologi kemunduran...bukan kemajuan teknologi atau teknologi kemajuan.(semoga yang bacanya gak bingung, saya cumak mengutip apa kata mereka)

Kaluk teknologi maju sudah sampai pada substitusi alias menggantiken tenaga kerbau dengan sebuah traktor bajak, kenapa tidak diciptaken sebuah alat canggih buat menanam padi yang praktis saja ya ? atau sebenarnya sudah ada, cumak saya yang belum tahu...? Wahai para ahli pertanian, bisakah Anda menjawab tanya saya...

Tapi kalau, sudah ada cara praktis (mesin penanam padi) lha mbok tani tadi nganggur dhuong...., mereka ngerjain apa ?

6 komentar:

Anonim mengatakan...

tandur = ditata sambil mundur
Tandur, begitu orang jawa menyebut menanam padi. Tapi tak selamanya menanam padi itu mundur, saya pernah melihat orang menanam padi maju. sungguh,jadi sawah sengaja dikondisikan airnya sedikit, kemudian tanah diratakan, digaris membujur dan melintang sampai membentuk kotak-kotak kecil. Di pertemuan garis inilah nantinya bibit padi di tanam, terserah maju boleh, malah kalo mundur bisa-bisa garisnya hilang ke injek-injek. Entahlah, apakah ini termasuk kemajuan teknologi ataukah sekedar perbedaan gaya menanam padi saja.

mechta mengatakan...

Wah...ini bukti bahwa mbak Ayik selalu bangun esuk umun2 hehe... Oya mbak, Tandur (Nata karo mundur) malah sedang dilestarikan mbak...itu di Kota2 besar agar dapat pengalaman Tandur & ngguyang Kebo di 'desa buatan nan ekslusif' saja harus bayar lho... Beruntunglah kita yg masih bisa menikmati gratis ya mbak...

Sekar Lawu mengatakan...

@Pak Nurudin:
berarti masing2 daerah punca tata cara sendiri ya Pak dalam hal menanam padi ini... Seperti halnya pada saat panen, didaerah saya sudah ada mesin erek utnuk merontokkan bulir2 padi, tapi didaerah lain saya masih melihat petani masih memakai cara dipukul2kan ke tanah...
Terima kasih masukannya , Pak...

Sekar Lawu mengatakan...

@jengMechta:
iya, saya bersyukur untuk itu...tapi kadang kita malah tidak menghargainya, memandang itu sebagai hal yg biasa tak perlu diapresiasi...padahal kalau sudah dikota dan kita harus membayar untuk bisa melihat tatacara menanam padi...walahhh...baru terasa betapa berharganya pengalaman itu....

Sekar Lawu mengatakan...

@jengMechta:
iya, saya bersyukur untuk itu...tapi kadang kita malah tidak menghargainya, memandang itu sebagai hal yg biasa tak perlu diapresiasi...padahal kalau sudah dikota dan kita harus membayar untuk bisa melihat tatacara menanam padi...walahhh...baru terasa betapa berharganya pengalaman itu....

~Srex~ mengatakan...

Setahuku di didaerah yg pernah kutinggali (SumUt, SulUt,Purwokerto, Salatiga juga di Oslo ), memananam padi nya memang sambil mundur. Kalau panen naah...baru maju... entah pake ani2 atau disabit.
Oong2 di sekitar rumah ada sungai yg lumayan besar ya mbak...asik buat mancing iwak karo sidat...hehe...