Selasa, 12 Januari 2010

Mbah LaraS...


Mbah Laras adalah nama seorang perempuan tua yang sudah berpuluh tahun setia pada pekerjaannya yaitu menjadi peminta-minta.. Perempuan sepuh ini seingat saya sudah menjalani pekerjaannya sejak saya masih dibangku kelas II SD 17 Slompretan, sekitar tahun 1974. Pangkalan terakhir tempat dia biasa menggelar lapaknya...halaaah....maksud saya TKP tetapnya pada hari-hari biasa adalah dipojok Toko emas Ibu Kota yang letaknya di sudut Pasar Klewer dan setiap hari Jum'at Mbah Laras mangkalnya di Masjid Agung Surakarta, 50 meter jaraknya dari Pasar Klewer.

Buat saya keberadaan Mbah Laras ini sungguh telah membetot-betot memori saya kala saya masih duduk dibangku SD di pinggir alun2 Lor ini.Irama suara Mbah Laras selalu membuatk saya tertarik menyimak kata-katanya yang seperti mantra, begini rapalnya : " nDoro kakuuungggg/nDoro putriiiii......, nyuwun tumbasan gethuk lan kangge tamba saliit......bla...bla...bla....." dan diakhiri dengan kata ".....tiyang mboten semerep...margi"...Ya iyalah mboten semerep margi, karena simbah ini kan buta.... Nada nya konsisten sekali, apa yang kudengar dari jaman baheula itu tetaplah dilantunkan dengan kalimat yang persis plek sama dan nada yang tak berbeda. Hebat ya...? kenapa juga nggak direkam aja biar kayak yang jual obat panu-kadas-kurap cap MoonLight di pojok alun2 itu .... . O ya, setiap kali ada yang memberikan sedekah, maka akan meluncurlah rentetan kata doa dalam bahasa jawa halus yang menurut saya sangat 'kena' dihati.Dan selalu saya sahut dalam-dalam dengan amin..amin ya robbal alamin.

Saya jadi ingat keisengan saya dan teman-teman , duluu....kalau harus nunggu waktu jumatan di masjid agung, saya dan teman2 suka berjejer2 disamping simbah ini dan kami ber koor menirukan kata demi kata yang diucapkan simbah pengemis buta ini.Kompak lagi, rame banget, terutama pada kalimat ".....tiyang mboten semerep...margi" yang diucapkan dengan nada makin meninggi...kadang ada yang iseng, kata2 nya dimodifikasi sendiri menjadi ".....tiyang mboten semerep...SETAAAAN", walah...nakal benar ya kami ini. Pertama2 nya simbah ya bereaksi sebel dan mengomel-ngomel, bahkan beberapa kali kami sukses terkena lemparan sandalnya tapi kami bandel aja, tetep kalau jumat agenda kami adalah koor mengemis....
Kalau ingat itu, duuuhhhh....nakal banget ya kami ini dulu.

Namun sekarang, saya tak bisa lagi menemui Mbah Laras seperti yang selalu saya lakukan bila menjejakkan kaki di area Pasar Klewer...biasanya saya selalu bergegas menuju sumber suara khas Mbah Laras sekedar menikmati lengkingan suara serak-serak basah itu dan berbagi sedikit rejeki...
Mbah Laras sudah tiada, dia sudah berpulang keharibaanNya diusianya yang kira-kira mencapai 90 tahunan.... Tak ada lagi lengkingan suara itu, tak ada lagi bentakan untuk kami seperti dulu...
Selamat jalan Mbah Laras...


4 komentar:

Kang Sugeng mengatakan...

Innalillahi wa inna illaihi roji'un..... semoga semua amal dan ibadahnya di terima disisi-Nya, amin.....

Mbak.. saya ada cerita yg wajib kamu baca, mungkin aja dari kisah nyata itu bisa Mbak ambil manfaatnya

Sekar Lawu mengatakan...

@Kang Sugeng:
Amin...amin ya Rabbal Alamin...
Ok saya segera menuju TKP.....whuzzzzz.....

Alam Hijau mengatakan...

Mbah Laras pasti sudah bersantai di Surga. Penderitaannya ketika hidup di dunia, mungkin sudah ditebus Tuhan dengan kenikmatan.

Tentu saja Mbak Laras lebih beruntung dengan kekurangan tersebut. Coba kalau beliau terlahir sebagai orang normal yang cerdas, pasti sudah terlibat korupsi dan kolusi. Karena system dan budaya negeri ini telah menyeret hampir semua pejabat negeri ini 'inevitably' terjebak dalam perilaku yang koruptif.

Selamat jalan dan berbahagialah Mbah Laras!

Oiya, salam green dari Jogja.

Sekar Lawu mengatakan...

@alam Hijau:
Thx yaaa....salam kenal juga