Sabtu, 02 Mei 2009

Aku bukan perempuan...



Aku bukan perempuan biasa,
karena aku tak mengenal karakter dalam Cinta Fitri, Cinta Bunga ataupun Suami-suamiTakut Istri
karena aku tak pernah tahu selebriti mana yang akan bercerai hari ini
karena aku tak tahu kabar terbaru tentang merk kosmetik yang lagi trend,
juga pembicaraan mengenai model ponsel terbaru yang ingin dimiliki semua wanita penduduk dunia...
aku bukan perempuan biasa,
karena aku tak pernah sabar melakukan ritual sepertimu, menicure, pedicure, mandi susu dan spa...
karena aku tak lancar menyebut merk tas dan sepatu high heelsmu...
aku juga tak pernah paham jenis-jenis diamond yang ada didunia, yang menjadi kebanggan setiap perempuan bila berhasil memilikinya...


aku bukan perempuan biasa,
ketika aku tak banyak merespon cerita tetangga tentang tetangga sebelah yang suaminya ketahuan selingkuh...

aku bukan perempuan biasa,
karena aku tak luwes melangkah elegan diacara-acara hajatan
tebar-tebar pesona agar semua mata memandang gaunku yang melayang...

aku bukan perempuan biasa,
ketika kulihat senyum mirismu melihatku menggulung celana panjangku untuk menyerok lumpur di selokan depan rumahku...
ketika kau nampak ilfil melihat aku terbahak dan terisak menyaksikan Oprah dan Kick Andy di TV Metro
ketika kau memandang heran padaku karena aku lebih nyaman mengalungkan dompet kecil buluk keleherku ketimbang mengepit dompet manis nan elegan seperti yang biasa kau lakukan...
ketika kau melirik jijik kearah jemariku dengan kuku yang menguning karena aku habis mengupas kunyit untuk obat sakit perut ibuku

aku bukan perempuan biasa,
karena aku menjadi diriku,dan tak pernah menyoal apa yang kau miliki...
kau pancing aku dengan pertanyaan retoris,
tentang harga liontin solitaire yang kau pakai sore ini,
tentang dimana kamu mendapatkan tas mahal mu, tentang bersama siapa kau jalan sore ini disebuah resto mahal ditengah kota...
berharap aku ingin menjadi dirimu...
itukah yang kau mau...?

Aku bersyukur untuk tak harus merasa gatal dan ruam pada kulitku ketika harus memakai gelang murahan yang kubeli dipasar ayam
Aku bersyukur tak harus terbatuk-batuk sepertimu kala menyapu lantai berdebu,
Aku bersyukur ketika tak harus risau sepertimu merasai jerawat yang tak kunjung hilang dari wajahmu,

Aku bersyukur tak harus menghabiskan banyak waktu untuk sekedar bergaul dengan caramu
Aku sudah cukup bahagia ketika mendapati kawanku terisak, senyum simpul dan akhirnya cekikikan ketika membaca postingku hari ini

terima kasih untuk sudah menjadi teman baikku,
mencoba mengajakku menjadi bagian dari hidupmu,
bersama komunitas sosialita yang selalu kau banggakan saban hari...
maafkan aku bila kau harus pulang dengan kecewa,
bukankah kamu tahu aku bukan perempuan biasa, sepertimu...


5 komentar:

Fanda mengatakan...

Mbak, aku bener2 tersentuh ama puisimu. Tentunya itu pengalaman pribadi ya? Memang mbak, kita tak kan pernah jd perempuan biasa. Kita adalah diri kita, yg unik, yg mencintai diri kita sendiri apa adanya, karena kita bermakna di dunia ini. Bermakna bg Tuhan dan orang yg mencintai kita dan kita cintai.
Tak perlu ikut arus, kalau arus itu hanya akn membawa kita melenceng dari tujuan kita.
Tak perlu kuatir teman akan menjauhi kita, krn sahabat sejati adalah ia yg menerima kita apa adanya.

Semangat terus ya, mbak Ayik!!

ellysuryani mengatakan...

Wakakakak, lucuuu. But, two tumbs buatmu sore ini mbak Ayik. Ya Aku bukan perempuan biasa, itu senjata pamungkas saya kepada ibu sy wkt sy remaja dulu. He, biasa kl sdg bandel dgn petuah-petuih anak gadis hrs begini, perempuan harus begini. Sampai sekarang sy tetaplah spt itu. Meski bg perempuan lain kt mungkin terlihat aneh ya mbak Ayik. Pembentukan citra yang dibangun media massa lwt iklan, kl jerawat itu identik dgn tidak cantik, kulit tidak putih itu identik dengan tidak menarik, tdk mempengaruhi sy. Aplg sinetron, sy tdk begitu suka spt kaum perempuan pd umumnya. Bukan sekedar karena produsernya kebanyakan orang India, tp karena ceritanya sering tdk masuk logika saya. Cuek aja ya mbak Ayik. Mari kita menjadi manusia yg apa adanya dgn keridakbiasaan (uncommon) kita itu, ttp menghargai org lain.

Sekar Lawu mengatakan...

@Fanda @ Mbak elly:
betul Mbakkk...lebih nyaman jadi diri sendiri, gak butuh topeng lagi...
Jadi, inilah warna diriku yang sebenarnya...tapi...kayaknya, warna aslinya lebih manis dari yang kalian temui di foto2 diblog ini...(halahhh...narsis...). Wakakak...Thx yaa...

Agus Joko Purwanto mengatakan...

Apik, lebih mirip sebuah refleksi atas kehidupan yang penuh kepura-puraan; kehidupan yang penuh dengan "building image", sebuah kehidupan yang penuh dengan iming-iming material, sebuah kehidupan yang menolak menjadi obyek bisnis, sebuah kehidupan yang menolak dikotomi laki dan perempuan secara stereotype yang kaku,....dan akhirnya melahirkan kesadaran..the woman also can do all..dan akhirnya melahirkan sebuah sikap untuk melakukan reposisi dan perlawanan terhadap tradisi.....Mbak Ayik telah melakukan dekonstruksi makna, telah melawan tirani pemaknaan atas perempuan dan peran perempuan baik secara ontologis....mendalam dan mendasar dan sekaligus menunjukkan sikap politik dan sikap perlawanan terhadap makna yang telah mapan (establish meaning"....apik Mbak...akupun nggak punya kata2 yang mudah dicerna untuk mengungkapkan betapa mendasarnya pesan yang disampaikan..sehingga muncul istilah2 yang mungkin angel dan ruwet ya...it is because puisinya sendiri sudah penuh makna...

Sekar Lawu mengatakan...

@MasHunter:
Thx ya...meski aku ra mudheng bahasamu, tapi aku yakin ini adalah sebuah permaknaan dari sebuah motivasi buat aku kedepannya...untuk tetap hati menjadi diri sendiri...seperti aku yang Mas kenal selama ini...semoga...