Jumat, 29 Mei 2009

Pangeling-eling



Pusara MbahUti, sesaat setelah pemakaman, masih gundukan tanah bertabur bunga...


Alunan Shalawat Badar mengawali ujub kirim doa untuk arwah MbahUti, satu tradisi yang lazim dilakukan ketika ada warga yang meninggal di kampung kediaman beliau, Nglano, Pandeyan, Tasikmadu...

Sebelum dibacakan ayat-ayat suci, para jemaah mengalunkan Shalawat Badar...nadanya yang mendayu membuat hati kami yang ditinggalkan mbahuTi serasa nelangsa...namun segera kami sadar bahwa ketika takdir tak bisa ditunda apalagi ditolak...maka hanyalah keikhlasan hati pilihan terbaiknya.

Shalatullah salamullah, 'ala Thaha Rasulillah
Shalatullah salamullah, 'ala Yasin Habibillah

Tawasalna bibismillah, wa bilhadi Rasulillah,
wa kulli mujahidin lillah, bi ahli badri, ya Allah

Ilahi sallimil ummah, minal afaati wa niqmah
wa min hammin wa min ghummah, bi ahli badri, ya Allah

Ilahi-ghfir wa akrimna, binaili mathalibi minna
Wa daf'i masaa-atin 'anna, bi ahli badri, ya Allah


Namun ada satu hal yang menarik buat saya, setelah Shalawat Badar dilantunkan kemudian disambung dengan senandung lagu berikut dengan syair dari bahasa jawa ngoko...Melodinya sama persis dengan Shalawat Badar...:

Alhamdulillah kula memuji, kathah umat kang padha lali
Duh pra kanca Islam sedaya, mumpung isih ana ngalam ndonya

Disalini mori putih, tumpakane kreta bandhosa
Jujugane omah guwa, omahe ra ana lawange

Diurugi anjang-anjang, tangga dulur padha nyawang
Duh Allah susahe ati, wong mati mangsa wurunga

Marang Allah kang Maha Suci, Marang Allah kang Maha Suci
Jaler estri anom lan tuwo, gelem ora bakale lunga

Yen wis budhal ra bisa mulih, lan rodhane para manungsa
Tanpa bantal tanpa klasa, turu dhewe ra ana kancane

Diurugi disiram kembang, karo nangis kaya wong nembang
Badan siji digawa mati, kabeh mahkluk kalayan rata...

Buat saya tembang ini adalah pangeling-eling (pengingat) , betapa ketika takdir datang berupa kematian yang bisa kita lakukan hanya berserah dan bersiap...dari sekarang...Betapa siksa kubur digambarkan, betapa kita menjadi tak berdaya meskipun ketika masih hidup kita adalah manusia yang jumawa...

Tembang sederhana diatas mengingatkan kita akan kepastian datangnya kematian yang kita tak pernah tahu akan kapan waktunya...bisa 40 tahun lagi kala kita sudah makin renta, bisa 15 tahun lagi kala saya berharap sudah menimang cucu dari anak saya, bisa seminggu lagi, bisa 4 hari lagi, bisa besok..atau sesaat sehabis saya mempublish posting ini...

Siapa tahu ? bukankah itu mutlak rahasia sang pemilik waktu ?

Tak seorangpun tahu...tak seorangpun dapat menghindar dari takdir itu...ketika dia datang dan menjemputmu...Yang kita bisa hanyalah bersiap, mencari bekal, sangu berupa amal, dari sekarang...

Ya Allah, ingatkan saya untuk segera bertaubat....
ingatkan saya untuk segara menimbun bekal amal...
Ya Allah, mohon ampunkan segala dosa...


Pusara MbahuTi, ketika kami nyekar sore harinya...







4 komentar:

Anonim mengatakan...

Duh mbak, bergetar rasa hati mengingat kematian bila membaca syair jawa tersebut, mesti saya gak faham bahasa jawa tapi ada sepatah dua kata yang saya tau....

ellysuryani mengatakan...

Ikut belasungkawa atas berpulkangnya mbaHuti Karin dan Aidz. Semoga arwah beliau diterima disisiNya, diampuni dosnya, diterima amal pahalanya. Semoga yang ditinggalkan kuat dan tabah. Saya tercenung melihat pusara itu, suatu saat jasad sayapun akan berada di tempat seperti itu, entah kapan.

J O N K mengatakan...

wah sef mba, kalau ziarah emang kita suka inget sama kematian ya, wah saya harus cepet tobat neh :D

cahaya mengatakan...

Bunda ayik...lama Yaya gak maen kemari. Apa kabar?

Yaya turut berduka cita... semoga Amal dan ibadah Mbah Uti diterima disisiNya...amin