Jumat, 27 Juni 2008
Syungguh Terlalu
Kenapa ya budaya ngaret ini tak kunjung luntur dari peradaban wong jowo. Terkadang timbul pertanyaan tentang konsep waktu dikepalaku. Ketika kita melakukan aktivitas yang dibatasi waktu, maka waktulah yang akan mengatur kita selanjutnya. Jam segini harus begini, jam selanjutnya acara beda lagi.
Mungkin karena notabene anak sorodadu, jadi aku merasa bahwa budaya ngaret tak seharusnya kita ugemi. Buat aku, disiplin adalah harga mati. Dari kecil aku diajarkan cara menghargai waktu dan disiplin disegala hal. Berkaca pada almarhum YangnDan, beliau adalah tentara yang sangat2 menjunjung tinggi kedisiplinan. Hampir tak ada waktu terbuang untuk melakukan hal2 yang tak berguna. Banyak hal yang patut aku tiru dan terapkan dalam hidup aku selanjutnya. Terimakasih, Bapak.
Karena doktrin yang sudah terpateri dari jaman kecil itulah, aku terbiasa (dan membiasakan diriku) untuk selalu tepat waktu, seperti kalau harus menghadiri undangan2 yang sifatnya formal. Contohnya kemaren, ketika harus menghadiri suatu acara di rumah dinas bupati, dalam undangan jelas 2 tertera jam 12.00 acara akan dimulai. Jam 12 kurang 10 menit aku sudah duduk manis dikursiku saat belum ada satupun tamu datang kecuali para panitia. Satu jam kedepan acara belum juga dimulai, kursi undangan hanya terisi tak sampai separuhnya. Aku sudah resah dan gelisah, untung di tas aku selalu bawa beberapa buku untuk dibaca jadi tak harus menunggu dengan manyun dan percuma. Jam 14.00 acara baru dimulai...coba bayangkan, kami harus menunggu 2 jam untuk acara ini. 2 jam pula waktu ku terbuang percuma, untung aku cuma pengacara (pengangguran banyak acara), coba hitung betapa 2 jam terbuang percuma buat para undangan yang para pekerja kantoran yang notabene harus segera menyelesaikan tugas2nya. Syungguh terlalu.....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar